4. MEMAHAMI PENGAJARAN BAHASA

Konsep Teoritis: Language as Ideology Bahasa bukan hanya alat komunikasi atau sarana untuk mengekspresikan pikiran, melainkan juga medium yang membawa dan mereproduksi ideologi. Dalam konsep “Language as Ideology,” bahasa dipahami sebagai instrumen yang mencerminkan, membangun, dan mempertahankan sistem kepercayaan, nilai, dan struktur kekuasaan dalam masyarakat.

Aco Nasir

1/20/20253 min read

white concrete building during daytime
white concrete building during daytime

Konsep Teoritis: Language as Ideology

Bahasa bukan hanya alat komunikasi atau sarana untuk mengekspresikan pikiran, melainkan juga medium yang membawa dan mereproduksi ideologi. Dalam konsep “Language as Ideology,” bahasa dipahami sebagai instrumen yang mencerminkan, membangun, dan mempertahankan sistem kepercayaan, nilai, dan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Pemahaman ini tidak hanya penting dalam linguistik, tetapi juga dalam kajian budaya, sosiologi, dan politik.

Ideologi dalam Bahasa

Menurut Fairclough (1992), ideologi adalah representasi dari proses sosial dan hubungan kekuasaan yang ditemukan dalam berbagai praktik komunikasi. Bahasa berfungsi sebagai salah satu alat utama untuk menyampaikan dan menguatkan ideologi melalui penggunaan kata, struktur kalimat, dan pola komunikasi tertentu. Ideologi dapat terlihat dalam cara individu berbicara atau menulis, serta dalam teks-teks yang diproduksi oleh institusi seperti pemerintah, media, dan pendidikan.

Bahasa tidak hanya menggambarkan dunia, tetapi juga mengonstruksi dunia sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan yang dianut oleh pembicara atau penulis. Sebagai contoh, dalam wacana politik, istilah seperti “reformasi” atau “kemajuan” sering digunakan untuk memberikan konotasi positif terhadap agenda tertentu, meskipun makna spesifiknya bergantung pada siapa yang menggunakan istilah tersebut dan dalam konteks apa.

Hubungan Bahasa dan Ideologi

Bahasa sebagai ideologi menunjukkan bahwa tidak ada penggunaan bahasa yang sepenuhnya netral. Setiap tindakan berbahasa mengandung nilai-nilai tertentu yang dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan politik. Van Dijk (1998) menyatakan bahwa ideologi memengaruhi berbagai aspek bahasa, termasuk pilihan kosakata, struktur sintaksis, dan pola komunikasi. Misalnya, dalam pemberitaan media, pemilihan kata seperti “pemberontak” versus “pejuang kemerdekaan” mencerminkan perspektif ideologis tertentu terhadap subjek yang sama.

Selain itu, bahasa juga menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam pandangan Foucault (1980), diskursus—atau cara bahasa digunakan dalam praktik sosial—merupakan medan di mana kekuasaan dan ideologi beroperasi. Diskursus dapat digunakan untuk mendefinisikan siapa yang memiliki otoritas untuk berbicara, apa yang dapat dikatakan, dan bagaimana hal itu dipahami. Sebagai contoh, wacana medis memberi dokter otoritas untuk mendefinisikan kesehatan dan penyakit, sementara pasien cenderung mematuhi tanpa mempersoalkan.

Ideologi dalam Berbagai Konteks Bahasa

  1. Bahasa dan Media
    Media massa adalah salah satu sarana utama di mana ideologi disebarluaskan. Pilihan kata, struktur berita, dan narasi yang dibangun oleh media dapat memengaruhi cara masyarakat memahami isu-isu tertentu. Sebagai contoh, penggunaan istilah “ekonomi global” dalam berita sering kali menggambarkan proses globalisasi secara positif, tanpa memberikan ruang untuk kritik terhadap dampaknya pada kelompok marginal (Fairclough, 1995).

  2. Bahasa dalam Pendidikan
    Bahasa yang digunakan dalam pendidikan juga mencerminkan dan menyebarkan ideologi tertentu. Buku teks, kurikulum, dan metode pengajaran sering kali mengandung nilai-nilai dominan dari kelompok tertentu dalam masyarakat. Sebagai contoh, pemilihan tokoh sejarah yang diajarkan di sekolah dapat mencerminkan pandangan ideologis tertentu tentang nasionalisme atau identitas budaya. Bernstein (2000) menekankan bahwa bahasa dalam pendidikan sering kali menjadi alat untuk mempertahankan hierarki sosial dengan membedakan siapa yang memiliki akses terhadap jenis pengetahuan tertentu.

  3. Bahasa dan Gender
    Bahasa juga mencerminkan ideologi gender yang ada dalam masyarakat. Pilihan kata dan struktur kalimat sering kali mencerminkan pandangan tradisional tentang peran gender. Sebagai contoh, penggunaan kata ganti maskulin untuk merujuk pada posisi otoritas, seperti “chairman” atau “policeman,” mencerminkan bias gender dalam bahasa. Lakoff (1975) menyebutkan bahwa bahasa sering kali digunakan untuk menegaskan stereotip gender, seperti penggunaan istilah “emosional” untuk mendeskripsikan perempuan dalam konteks negatif.

Implikasi Bahasa sebagai Ideologi

Konsep bahasa sebagai ideologi memiliki implikasi besar dalam kehidupan sosial. Pertama, pemahaman ini membantu mengungkap bias atau kepentingan tersembunyi di balik penggunaan bahasa dalam berbagai konteks. Sebagai contoh, analisis kritis terhadap pidato politik dapat membantu masyarakat memahami agenda tersembunyi dari pemimpin tertentu.

Kedua, bahasa sebagai ideologi juga menekankan pentingnya kesadaran kritis terhadap bahasa. Dengan memahami bagaimana ideologi bekerja melalui bahasa, individu dapat menjadi lebih reflektif dalam menggunakan dan menilai bahasa. Freire (1970) menyatakan bahwa kesadaran kritis ini adalah langkah penting dalam melawan ketidakadilan sosial dan memberdayakan masyarakat untuk menjadi agen perubahan.

Peran Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis (critical discourse analysis, CDA) adalah pendekatan yang digunakan untuk memahami hubungan antara bahasa, ideologi, dan kekuasaan. CDA berupaya mengungkap bagaimana bahasa digunakan untuk membangun dan mempertahankan hubungan kekuasaan dalam masyarakat (Fairclough, 1989). Pendekatan ini tidak hanya fokus pada teks, tetapi juga pada konteks sosial, budaya, dan politik di mana teks tersebut diproduksi dan diterima.

Sebagai contoh, dalam analisis wacana kritis terhadap iklan, peneliti dapat mengungkap bagaimana bahasa digunakan untuk memengaruhi konsumen, termasuk strategi persuasif yang mungkin memperkuat nilai-nilai kapitalisme atau konsumerisme.

Kesimpulan

Konsep bahasa sebagai ideologi menekankan bahwa bahasa bukanlah entitas netral, melainkan sarana yang mencerminkan dan memengaruhi ideologi dalam masyarakat. Melalui pilihan kata, struktur wacana, dan pola komunikasi, bahasa dapat digunakan untuk membangun, mempertahankan, atau bahkan menantang sistem nilai dan kekuasaan yang ada. Pemahaman ini penting untuk membangun kesadaran kritis terhadap bahasa, sehingga individu dapat menjadi pengguna bahasa yang lebih reflektif dan responsif terhadap konteks sosial di sekitarnya.

Referensi

  • Bernstein, B. (2000). Pedagogy, Symbolic Control, and Identity: Theory, Research, Critique (Revised ed.). Rowman & Littlefield.

  • Fairclough, N. (1989). Language and Power. Longman.

  • Fairclough, N. (1992). Discourse and Social Change. Polity Press.

  • Fairclough, N. (1995). Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language. Longman.

  • Foucault, M. (1980). Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, 1972–1977. Pantheon Books.

  • Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.

  • Lakoff, R. (1975). Language and Woman’s Place. Harper & Row.

  • Van Dijk, T. A. (1998). Ideology: A Multidisciplinary Approach. Sage.