Teori dan praktek
Sebuah teori harus mampu menyatakan dan mendefinisikan asumsi-asumsi utamanya dengan jelas. Setiap guru bahasa, meskipun mungkin mengklaim tidak tertarik pada teori, tetap menerapkan teori pengajaran bahasa dalam praktiknya—baik secara eksplisit maupun tersirat melalui keputusan, tindakan, dan struktur pembelajaran yang diterapkan.
PENGAJARAN BAHASA
Aco Nasir
1/30/20254 min read
2 Teori dan praktek
Mengapa berteori?
Guru bahasa sering kali menganggap diri mereka sebagai praktisi daripada teoretisi. Beberapa bahkan menunjukkan sikap penolakan terhadap teori, dengan menyatakan bahwa teori hanya ideal secara konsep tetapi tidak dapat diterapkan dalam praktik. Mereka berpendapat bahwa meskipun para ahli teori menyarankan untuk menghindari penerjemahan, tidak menjelaskan aturan tata bahasa, atau tidak menyoroti kata-kata tertentu, pengalaman di kelas membuktikan bahwa strategi-strategi tersebut tetap diperlukan. Dalam konteks ini, teori dipandang sebagai gagasan yang sulit diwujudkan atau kumpulan prinsip yang tidak sesuai dengan realitas pengajaran sehari-hari.
Para ahli dalam bidang pedagogi bahasa menyadari adanya kesenjangan antara teori dan praktik, sehingga mereka berupaya menghubungkan keduanya. Upaya ini tercermin dalam karya seperti Developing Second-Language Skills: Theory to Practice (1976) oleh Chastain. Secara umum, teori dalam pengajaran bahasa merujuk pada sumbangan dari disiplin ilmu terkait, terutama linguistik dan psikologi. Oleh karena itu, teori sering kali dipahami sebagai teori linguistik atau teori psikologi/pembelajaran. Namun, perkembangan berkelanjutan dalam ilmu bahasa justru semakin memperjelas perbedaan antara teori dan praktik, alih-alih menyatukannya. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai teori pengajaran bahasa juga harus mempertimbangkan tantangan ini.
Dalam buku ini, konsep ‘teori’ tidak hanya terbatas pada definisi formal seperti ‘teori linguistik’, ‘teori pembelajaran’, ‘teori audiolingual’, atau ‘teori kognitif’, tetapi juga mencakup pemikiran mendasar yang menjadi dasar dalam pengajaran bahasa. Teori juga tercermin dalam praktik sehari-hari, mulai dari penyusunan kurikulum, rutinitas kelas, penilaian efektivitas pengajaran, hingga pengambilan keputusan oleh guru bahasa.
Permasalahan mengenai teori pengajaran bahasa yang belum memadai telah lama diangkat dalam literatur. Pada tahun 1964, psikolog J. B. Carroll dalam konferensi internasional di Berlin menekankan bahwa yang lebih dibutuhkan bukan sekadar penelitian, melainkan pemikiran ulang terhadap teori pengajaran bahasa asing yang disesuaikan dengan perkembangan dalam psikologi dan psikolinguistik. Beberapa tahun kemudian, ia mengkritik adanya berbagai perbedaan pendapat dan ketidaksepakatan yang membingungkan dalam bidang ini. Ia menyatakan bahwa banyak dikotomi yang tidak tepat, pertentangan yang tidak relevan, konsep yang lemah, serta pengabaian terhadap faktor-faktor yang sebenarnya sangat penting.
Dalam perkembangannya, telah banyak penelitian yang dilakukan, tetapi teori pemerolehan bahasa kedua yang benar-benar menyeluruh masih belum sepenuhnya terbentuk. Brown (1980) menegaskan bahwa meskipun berbagai penelitian dalam satu dekade terakhir mulai membentuk kerangka umum teori, masih diperlukan lebih banyak observasi dan masukan agar teori yang utuh dan terintegrasi dapat tercapai.
Guru bahasa sering kali menganggap diri mereka sebagai praktisi, bukan teoretisi, dan terkadang menolak teori karena dianggap tidak dapat diterapkan dalam praktik. Namun, para penulis pedagogi bahasa menyadari adanya kesenjangan antara teori dan praktik serta berupaya menjembataninya. Teori dalam pengajaran bahasa sering kali berasal dari linguistik dan psikologi, tetapi perubahan dalam ilmu bahasa justru semakin memperlebar kesenjangan tersebut.
Teori tidak hanya berupa konsep akademis tetapi juga tersirat dalam praktik sehari-hari guru, seperti dalam perencanaan kurikulum dan strategi pengajaran. Meskipun banyak penelitian telah dilakukan, teori yang lengkap tentang pemerolehan bahasa kedua masih dalam proses pengembangan. Para ahli, seperti J.B. Carroll dan Brown, menyoroti perlunya pemikiran ulang yang lebih dalam serta integrasi teori yang lebih kuat dalam pengajaran bahasa.
Arti teori
Untuk mengembangkan teori pengajaran bahasa yang efektif, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mempertanyakan karakteristik teori yang baik serta menetapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyusunannya. Dengan pendekatan ini, kita dapat memastikan bahwa teori yang dihasilkan memiliki relevansi dalam diskusi pedagogi bahasa, bukan sekadar konstruksi yang dibuat-buat atau sekadar istilah tanpa makna (O'Connor 1957:110).
Konsep ‘teori’ sering kali dikaitkan dengan ilmu fisika, seperti teori relativitas atau teori gelombang cahaya. Namun, dalam bidang humaniora, teori juga merupakan istilah yang umum digunakan, misalnya dalam psikologi dengan teori pembelajaran dan teori kepribadian. Selain itu, istilah ini juga diterapkan dalam bidang seni, musik, linguistik, dan pendidikan. Secara umum, kata ‘teori’ dapat memiliki tiga makna yang berbeda tetapi tetap berkaitan satu sama lain, dan ketiganya relevan dalam konteks pengajaran bahasa.
Dalam pembahasan mengenai teori seni atau teori pendidikan, istilah ‘teori’ digunakan dalam arti yang paling luas (TI). Dalam konteks ini, teori merujuk pada kajian sistematis terhadap gagasan-gagasan yang berhubungan dengan suatu bidang atau aktivitas, seperti seni, musik, atau pendidikan. Teori membantu melihat suatu bidang atau praktik sebagai suatu kesatuan yang terstruktur, tetapi tetap dapat dianalisis dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Selain itu, teori juga menyediakan kerangka berpikir serta metode analisis untuk memahami dan mengevaluasi suatu bidang dengan lebih mendalam.
Untuk mengembangkan teori pengajaran bahasa yang baik, perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria yang dapat dijadikan pedoman agar teori tersebut relevan dalam pedagogi bahasa dan bukan sekadar konsep yang dibuat-buat.
Istilah 'teori' sering digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fisika, psikologi, seni, musik, linguistik, dan pendidikan. Dalam konteks humaniora, teori dapat diartikan sebagai kajian sistematis mengenai suatu bidang atau aktivitas tertentu.
Teori dalam pengertian luas mencakup pemahaman yang terstruktur mengenai suatu topik, yang dapat dianalisis dalam bagian-bagian lebih kecil. Teori juga menyediakan sistem berpikir dan metode analisis untuk memahami suatu bidang dengan lebih mendalam.
Kriteria
Dalam menghadapi beragam teori dalam pedagogi bahasa, bagaimana kita dapat membedakan antara teori yang berkualitas dan yang tidak? Salah satu kritik utama terhadap pemikiran saat ini adalah lemahnya formulasi teoritis, adanya "dikotomi yang keliru," "pertentangan yang tidak relevan," "konseptualisasi yang kurang matang," serta "pengabaian terhadap isu dan variabel yang benar-benar penting" (Carroll 1971). Maka, karakteristik apa yang harus diperhatikan dalam pengembangan teori agar mampu menjawab kritik-kritik tersebut? Dengan menghubungkan konsep teori yang dibahas dalam literatur dengan diskusi terbaru tentang pengajaran bahasa, kita dapat mengidentifikasi beberapa kriteria penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan teori pengajaran bahasa.
Kegunaan dan penerapan
Kriteria ini bisa dibilang yang paling utama. Karena teori pengajaran bahasa kedua (T1 atau T2) pada dasarnya berkaitan dengan praktik, maka teori tersebut harus memiliki manfaat, efektivitas, dan dapat diterapkan. Teori yang baik adalah yang memberikan makna dalam perencanaan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan pembelajaran.
Selain itu, teori ini harus dapat mendukung keputusan baik di tingkat kebijakan yang lebih luas maupun dalam kegiatan kelas. Jika suatu teori tidak memiliki relevansi dengan praktik, tidak memberikan kontribusi yang nyata, atau "tidak berfungsi dalam praktik," maka teori tersebut dianggap lemah dan patut dipertanyakan. Oleh karena itu, salah satu ujian utama dari sebuah teori pengajaran bahasa adalah dampaknya terhadap proses pembelajaran bahasa itu sendiri.
Kegamblangan
Sebuah teori harus mampu menyatakan dan mendefinisikan asumsi-asumsi utamanya dengan jelas. Setiap guru bahasa, meskipun mungkin mengklaim tidak tertarik pada teori, tetap menerapkan teori pengajaran bahasa dalam praktiknya—baik secara eksplisit maupun tersirat melalui keputusan, tindakan, dan struktur pembelajaran yang diterapkan.
Salah satu fungsi utama dari pembentukan teori adalah membantu seseorang bergerak dari pemahaman yang naif dan tidak reflektif menuju kesadaran yang lebih mendalam tentang asumsi, prinsip, dan konsep yang mendasari praktik pengajaran. Jika seorang guru tidak menyadari asumsi yang mendasari tindakannya, maka teori yang digunakannya cenderung lemah.
Dalam hal ini, buku-buku tentang pedagogi bahasa memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran teoretis. Tanpa kejelasan dalam teori, diskusi kritis tidak dapat terjadi, sehingga kemajuan dalam pemikiran pun menjadi terhambat. Oleh karena itu, kejelasan konsep merupakan kriteria penting lainnya dalam menilai kualitas suatu teori pengajaran bahasa.